Kalau pengawasan kurang kuat bisa terjadi penyimpangan, tapi pengawasan terlalu ketat juga menimbulkan ketidaknyamanan
Jakarta (ANTARA) - Berbicara pemberantasan korupsi perlu persamaan cara pandang. Perlu pula terlebih dahulu diawali dengan tidak membanding-bandingkan mana yang lebih baik, yang lebih besar, dan mana yang lebih kuat.
Sebab, perangkat negara dalam memberantas kejahatan kerah putih memiliki fungsi dan struktur yang berbeda meski punya satu napas yaitu keberlanjutan pemberantasan rasuah.
Baru-baru ini upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum (APK) mempertontonkan sinergi dan soliditas antara Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebut saja kasus dugaan suap dan gratifikasi AKBP Bambang Kayun dan kasus suap Gubernur Papua Lukas Enembe.
KPK menjalankan tugas penegakan hukum, Polri hadir mendukung dari sisi pengamanan serta memperkuat penyelidikan dan penyidikan sesuai tugas pokok dan fungsi Korps Bhayangkara dalam pemberantasan korupsi.
Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Cahyono Wibowo menyebut, sinergi dan soliditas KPK dan Polri dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air sudah ada sejak awal lembaga penegak hukum itu terbentuk.
Sinergi itu diwujudkan dalam rupa kerja sama penyelidikan dan penyidikan, transfer sumber daya manusia (penyidik Polri diperbantukan ke KPK), komunikasi juga koordinasi, serta pelibatan ahli.
Salah satu contoh kerja sama penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan bersama KPK dan Polri pada tahun 2012-2014 yakni penanganan kasus cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat, yang melibatkan mantan penyidik Polri AKBP Raden Brotosono.
Kasus lainnya, korupsi pengadaan pekerjaan peningkatan jalan Kemiri-Depabre di Kabupaten Jayapura, Papua, tahun 2015 yang diselidik langsung oleh Cahyono. Perkara itu pun kemudian dilimpahkan kepada KPK atas pertimbangan pimpinan Polri karena memiliki persoalan yang kompleks dan membutuhkan sumber daya lebih seperti yang dimiliki KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.
Kerja sama tersebut tak menjadi persoalan bagi Polri, dengan mengesampingkan ego sektoral. Kasus-kasus yang diselidik dari awal hingga ke tahap penyidikan kemudian harus dilimpahkan ke KPK untuk dituntaskan. Begitu pula kasus yang disidik bersama-sama penyidik Polri dan KPK, setelah naik penyidikan diserahkan kepada KPK.
“Karena kami koordinasi dan diskusi agar punya tujuan sama, yakni pemberantasan korupsi. Terpenting sustainable (keberlanjutan) pemberantasan korupsinya,” kata Cahyono.
Tantangan
Tahun 2023 menjadi tantangan bagi Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri untuk menyeimbangkan antara penegakan hukum yang berefek jera dengan keberlangsungan program kebijakan pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ancaman resesi global.
Dittipidkor Bareskrim Polri telah menetapkan target kinerja pemberantasan korupsi yang ingin dicapai di tahun 2023, minimal mempertahankan capaian kinerja tahun 2022.
Berdasarkan data, tahun 2022 Dittipidkor Bareskrim Polri menangani 1.335 perkara dalam tahap penyidikan. Jumlah itu berasal dari laporan polisi pads tahun 2022 sebanyak 416 perkara dan tunggakan (perkara belum tuntas pada tahun sebelumnya) sebanyak 919 perkara.
Dari 1.335 perkara tersebut, perkara yang diselesaikan sebanyak 470 perkara, kemudian 129 perkara sudah tahap P-19 (pengembalian berkas tahap I), 437 perkara tahap P-21 (lengkap), 23 perkara dihentikan (SP3), dan 10 perkara dilimpahkan.
Berdasarkan rekapitulasi data penanganan tindak pidana korupsi tahun 2022 oleh Dittipikor Bareskrim Polri dan jajaran (polda dan polres) dari 416 laporan polisi yang diterima sebanyak delapan laporan ditangani oleh Dittipikor, dan 408 perkara ditangani oleh satuan wilayah.
Sepanjang 2022 jumlah tunggakan perkara sebanyak 919 perkara, penyumbang terbesar berasal dari wilayah sebanyak 890 perkara, sedangkan Dittipikor memiliki 29 tunggakan perkara.
Secara statistik, penanganan perkara korupsi selama 3 tahun terakhir, dari tahun 2020 ada 1.441 perkara, penyelesaian 625 perkara, perkara tunggakan sebanyak 464 perkara. Memasuki tahun 2021, jumlah penanganan perkara menurun menjadi 1.430, dengan penuntasan perkara meningkat menjadi 603 perkara, begitu pula tunggakan perkara berkurang 396.
Memasuki tahun 2022, jumlah kasus tindak pidana korupsi menurun, ada 1.336 perkara dengan penuntasan sebanyak 470 perkara, dan tunggakan 416 perkara.
Pada tahun 2022 itu, Dittipikor menangani perkara korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp4,833 triliun dan berhasil melakukan penyelamatan keuangan negara lewat pemulihan aset sebesar Rp1,522 triliun, atau 31,5 persen.
Nilai penyelamatan keuangan negara Rp1,522 triliun itu disumbang dari pengungkapan kasus yang dilakukan Dittipikor Bareskrim Polri dengan nilai penyelamatan Rp1,277 triliun (52,3 persen), sedangkan satuan wilayah menyumbang Rp245 miliar (10.3 persen).
Dilihat dari statistik, upaya penyelamatan keuangan negara dalam penanganan korupsi oleh Polri ini meningkat dari tahun 2021 dan 2020. Berdasarkan catatan, nilai kerugian negara pada tahun 2020 sebesar Rp2,1 triliun, nilai keuangan negara yang diselamatkan Rp356 miliar. Adapun pada tahun 2021, nilai kerugian keuangan negara Rp2,15 triliun, yang berhasil diselamatkan Rp431,5 miliar.
Cahyono mengakui ada kesenjangan dalam penanganan perkara korupsi yang dilakukan jajarannya antara Dittipikor Bareskrim Polri (pusat) dengan satuan wilayah (daerah). Ada beberapa aspek yang memengaruhi, di antaranya satuan wilayah banyak menangani perkara tapi belum fokus pada pemulihan aset.
“Kami juga ingin meningkatkan kompetensi satuan wilayah dengan pelatihan, melibatkan mereka biar lebih paham bahwa penanganan korupsi tidak hanya berorientasi kepada penegakan hukum semata, tetapi juga dalam rangka pemulihan aset,” katanya.
Keseimbangan
Baik KPK maupun Polri memiliki target dan tugas masing-masing. Fokus kerja pada tahun 2023 Dittipikor Bareskrim Polri adalah menyelesaikan perkara dari proses lidik dinaikkan ke penyidikan, serta pemulihan aset, utamanya kasus-kasus kelas kakap.
Pihaknya berupaya untuk bijaksana dalam pelaksanaan penegakan hukum dengan kehati-hatian dan menjaga keseimbangan, agar penegakan hukum yang tegas tidak menghambat program kebijakan pemerintah dalam mendorong perekonomian. Karena, ada kegamangan dari pemerintah daerah dalam membelanjakan anggaran daerah, takut diselidik penyidik, atau ada oknum penyidik yang menyalahgunakan kewenangannya.
Namun, Polri tetap menjaga sikap hati-hati dan cermat (prudent) ini agar tidak dijadikan celah oleh penjahat berkerah putih melakukan aksi-aksi tidak terpuji dengan mencuri uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri.
Strategi yang digunakan Dittipidkor Bareskrim Polri dalam pemberantasan korupsi di tengah resesi adalah mengedepankan preventive strike, yakni teknik pencegahan dengan aksi penindakan.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes Pol. Arief Adiharsa menerangkan, program kerja Dittipikor tahun 2023 disesuaikan program kebijakan pemerintah mendukung pertumbuhan ekonomi. Fokus pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi terkait krisis subsidi, krisis pangan termasuk di dalamnya bantuan subsidi pangan.
Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri berupaya melakukan penegakan hukum dan pencegahan berjalan berimbang dengan memaksimalkan personel yang ada dan anggaran yang tersedia.
Langkah ini tentunya memerlukan peningkatan kemampuan dan profesionalisme Dittipikor Polri dalam mendeteksi permasalahan. Kemudian, penyidik yang melakukan pelanggaran ditindak tegas. Namun, di sisi lainnya, pemerintah selaku pemilik anggaran juga perlu melakukan pengawasan--tidak selalu pelanggaran dideteksi oleh aparat penegak hukum--, karena pemerintah memiliki inspektorat (pengawasan).
“Kalau pengawasan kurang kuat bisa terjadi penyimpangan, tapi pengawasan terlalu ketat juga menimbulkan ketidaknyamanan,” kata Arief.
Pemberantasan dan pencegahan
Salah satu paramater keberhasilan program pemerintah adalah pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sementara itu, mekanisme pemberantasan korupsi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi (UNCAC) 2023.
Dittipikor Bareskrim Polri selain memiliki tugas pokok dan fungsi dalam penegakan hukum, juga diberi9 tugas melakukan pencegahan. Tugas tambahan ini tetap dilaksanakan di tengah keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran untuk penyelidikan dan penyidikan. Padahal pencegahan dalam korupsi berbeda dengan kejahatan jalanan.
Karakter kejahatan korupsi rawan diintervensi dan belum tentu kekuasaan yang bermain dalam kasus tersebut berada di level kabupaten atau provinsi, tapi bisa saja ada keterlibatan luar negeri. Seperti kasus anggota DPRD Gorontalo menerima uang suap Rp28 miliar terkait tambang emas. Uang tersebut diterima dari perusahaan yang ada di Melbourne, Australia.
Oleh karena itu, Polri membutuhkan penguatan-penguatan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Salah satunya pembentukan Korps Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Kortas).
Namun hingga kini satuan kerja Polri tersebut belum terbentuk, sementara saat ini fungsi pencegahan dijalankan oleh Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Pencegahan Korupsi Bareskrim Polri yang diawaki oleh mantan penyidik KPK yang diterima sebagai ASN Polri.
Wakil Satgasus Pencegahan Korupsi Bareskrim Polri Novel Baswedan mengatakan pencegahan itu konteksnya menyeluruh, dilakukan secara komprehensif, tidak bisa dilakukan sendiri, memerlukan kolaborasi dengan kementerian/lembaga yang melakukan fungsi pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Mantan penyidik KPK itu menuturkan, upaya pencegahan korupsi bersifat mendorong, mendampingi, dan melindungi kementerian/lembaga agar bisa melaksanakan fungsi-fungsinya dengan menutup celah korupsi.
Ia mengingatkan tugas pencegahan ini tidak hanya dilakukan Satgasus Pencegahan Korupsi Polri tetapi ada juga tugas dari BPKP dan beberapa bidang pengawasan internal lainnya serta pengawasan eksternal yang lainnya (BPK).
Dalam menjalankan fungsinya, Satgasus Pencegahan Korupsi Polri berkolaborasi dengan kementerian/lembaga melihat sektor-sektor mana yang masih belum terlapis atau masih perlu dilapis dengan tebal dari potensi korupsi.
Novel menyatakan Kortas diperlukan sebagai solusi Polri menjalankan tugas dan fungsi dalam pencegahan, penyelidikan, penyidikan (pemberantasan) korupsi dan penelusuran aset.
Kalau dibentuk Kortas, menurut Novel, tentunya institusi itu bisa bekerja lebih komprehensif.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023